Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 101



Bab 101

Selena seolah merasakan sesuatu, dia berbalik dan melihat ke arah jendela yang berada di atas

kepalanya.

Seorang anak kecil yang mengenakan sweter, seperti seekor beruang kutub kecil, menopang

kedua tangannya di atas kaca dengan wajah gemuknya yang juga menempel di jendela. Begitu menggemaskan. Jendela yang kedap suara ini menghalangi suaranya, tetapi Selena bisa merasakan bahwa anak

ini sedang menyapanya.

Pemandangan yang begitu menggemaskan. Seorang anak kecil menyembuhkan rasa kesalnya, kemudian dia tersenyum dan melambaikan tangannya pada anak kecil itu.

Kebetulan adegan ini dilihat oleh Harvey, adegan ini seolah—-olah kembali ke saat pertama kali dia melihatnya.

Di pagi yang cerah itu, seorang gadis kecil yang rambutnya dikuncir seperti ekor kuda, melambaikan tangan padanya sambil tersenyum cerah.

Meskipun sudah sepuluh tahun berlalu, tetap saja dia lagi—lagi terpukul dengan senyuman itu.

Selanjutnya, dia menyadari bahwa Selena tidak mungkin pergi ke Perumahan Kenali sendirian, jadi hanya ada satu alasan, dia pergi untuk Kediaman Bennett.

Harvey menutup teleponnya, Chandra juga memberi tahu Harvey tentang kejadian di tempat penyembelihan hewan.

“Bam!” Harvey menjatuhkan asbak ke lantai, Agatha semakin menjulurkan tangannya dan berkata dengan wajah yang dingin, “Siapkan mobil.”

Wajah Selena terasa dingin ditiup angin laut, dia tidak ingin tinggal di dalam ruangan yang khusus dibangun untuk Agatha, Tidak masalah apabila di luar angin dingin bertiup.

Agatha dengan cepat membersihkan dirinya, kemudian turun dengan mengenakan jubah mandi dan topi mandi dan leher yang tergores tipis.

Kebetulan pegawai kuku yang dia pesan sudah datang, Agatha bersandar pada sofa kulit bewarna putih sambil membiarkan pegawai itu merawat kukunya, setiap gerakannya terlihat sangatText © owned by NôvelDrama.Org.

angkuh. Selena baru saja kembali ke ruang tamu, Agatha sangat membencinya tetapi tidak bersikap sombong seperti sebelumnya.

Kemudian Agatha berkata dengan wajah dinginnya, “Aku akan memberikan Kediaman Bennett padamu, tapi aku juga punya 2 syarat.”

Harvest yang dibawa dengan paksa pun terus menangis tersedu-sedu. Mulutnya terus memanggil- manggil “Ibu dan “Ayah*. Pengasuh anak pun sudah berkeringat dingin karena tidak bisa menenangkan anak itu.

Ponsel yang

ada di saku terjatuh dan terlihat oleh Harvest. Harvest langsung merangkak dan merain ponsel tersebut. Sambil meneteskan air liur, dia berkata, “Ayah... bicara.”

Kadang-kadang Harvey juga harus menerima panggilan video melalui si pengasuh anak. Si pengasuh anak pun tidak punya pilihan lain, dia terpaksa melakukan panggilan video kepada

Harvey.

Apa pun yang sedang dilakukan Harvey, jika panggilan telepon itu menyangkut masalah Harvest, dia pasti akan langsung menjawab panggilan itu. Begitu melihat Harvest, dia melihat mata Harvest yang memerah. Anak itu menangis seperti kelinci kecil. Kemudian, anak itu berkata dengan sedih dan terbata—bata, “Ayah.”

Anak kecil ini biasanya tidak mudah menangis meskipun saat terjatuh, kenapa sekarang bisa menangis sehebat ini? Suara Harvey yang berat pun terdengar, “Ada apa?”

“Maaf, Pak Harvey. Harvest hari ini sangat aneh. Sejak ada tamu yang datang ke rumah, dia ingin terus berdekatan dengan tamu itu. Tetapi setelah aku gendong, dia mulai menangis.”

Pengasuh anak itu memang merupakan orang yang cukup dekat dengan Harvey, sehingga dia tidak ragu-ragu untuk langsung mengatakan hal yang sebenarnya.

“Tamu?” Tidak banyak orang yang bisa membuat Harvest secara aktif hendak mendekat, bahkan bisa dibilang sangat langka. Terhadap Agatha pun, Harvest biasanya tidak terlalu peduli.

“Sepertinya seorang wanita dari Keluarga Bennett,” ujar si pengasuh anak yang sama sekali tidak tahu tentang hubungan antara Selena dan Harvey.

Pada saat ini, Harvest tampaknya menyadari sesuatu, lalu dengan cepat berjalan ke jendela. Si pengasuh anak pun segera mengejarnya sambil memanggil, “Harvest.”

Harvest berada di lantai dua, dia bisa melihat Selena yang sedang membersihkan rambut dengan tisu basah di teras.

Harvest tiba-tiba menjadi tampak sangat bersemangat, seluruh tubuhnya bersandar di jendela sambil terus memanggil, “Ibu, Ibu!”

Bab 101

Selena seolah merasakan sesuatu, dia berbalik dan melihat ke arah jendela yang berada di atas kepalanya.

Seorang anak kecil yang mengenakan sweter, seperti seekor beruang kutub kecil, menopang kedua tangannya di atas kaca dengan wajah gemuknya yang juga menempel di jendela. Begitu menggemaskan.

Jendela yang kedap suara ini menghalangi suaranya, tetapi Selena bisa merasakan bahwa anak ini sedang menyapanya.

Pemandangan yang begitu menggemaskan. Seorang anak kecil menyembuhkan rasa kesalnya, kemudian dia tersenyum dan melambaikan tangannya pada anak kecil itu.

Kebetulan adegan ini dilihat oleh Harvey, adegan ini seolah—-olah kembali ke saat pertama kali dia melihatnya.

Di pagi yang cerah itu, seorang gadis kecil yang rambutnya dikuncir seperti ekor kuda, melambaikan tangan padanya sambil tersenyum cerah.

Meskipun sudah sepuluh tahun berlalu, tetap saja dia lagi—lagi terpukul dengan senyuman itu. Selanjutnya, dia menyadari bahwa Selena tidak mungkin pergi ke Perumahan Kenali sendirian, jadi hanya ada satu alasan, dia pergi untuk Kediaman Bennett.

Harvey menutup teleponnya, Chandra juga memberi tahu Harvey tentang kejadian di tempat penyembelihan hewan.

“Bam!” Harvey menjatuhkan asbak ke lantai, Agatha semakin menjulurkan tangannya dan berkata dengan wajah yang dingin, “Siapkan mobil.”

Wajah Selena terasa dingin ditiup angin laut, dia tidak ingin tinggal di dalam ruangan yang khusus dibangun untuk Agatha. Tidak masalah apabila di luar angin dingin bertiup.

Agatha dengan cepat membersihkan dirinya, kemudian turun dengan mengenakan jubah mandi dan topi mandi dan leher yang tergores tipis.

Kebetulan pegawai kuku yang dia pesan sudah datang, Agatha bersandar pada sofa kulit bewarna putih sambil membiarkan pegawai itu merawat kukunya, setiap gerakannya terlihat sangat angkuh.

Selena baru saja kembali ke ruang tamu, Agatha sangat membencinya tetapi tidak bersikap sombong seperti sebelumnya.

Kemudian Agatha berkata dengan wajah dinginnya, “Aku akan memberikan Kediaman Bennett padamu, tapi aku juga punya 2 syarat.”

Selena mengerutkan keningnya dan berkata, “Kamu masih mau melakukan penawaran

denganku?”

“Bagaimanapun uang tidak didapat dengan mudah, bukankah termasuk murah membeli rumah senilai satu triliun rupiah dengan dua syarat?”

“Katakanlah.” Selena berkata dengan tidak sabar.

“Pertama, tinggalkan Kota Arama dan yang kedua, rusaklah kecantikanmu.”

Selena bertanya, “Kamu gila, ya? Kamu sadar enggak apa yang sedang kamu katakan?”

Agatha melemparkan pisau buah sembarangan ke atas karpet dan berkata, “Tujuanku adalah menjauhkanmu dari Harvey. Asalkan kamu merusak wajahmu, tentu saja kamu tidak akan membahayakan lagi. Kamu memegang kendali, tetapi memangnya aku tidak memegang kendali atas ayahmu? Kamu enggak mau persoalan ayahmu diketahui publik, kan?

Wajah Selena menjadi sedikit muram, sementara Agatha berkata dengan senang hati, “Jadi, kita semua sama—sama tidak bersih, Selena. Aku membeli wajahmu dan menyuruhmu meninggalkan Kota Arama dengan uang 1 triliun rupiah.”

Selain Kediaman Bennett, Selena memiliki satu hal lain datang ke sini.

Dia ingin memastikan apakah Agatha adalah dalang di balik ini semua, tetapi berdasarkan penyelidikan sebelumnya, Selena dapat menyimpulkan bahwa itu bukan dia.

Agatha tidak tahu bahwa dia menderita penyakit yang tak bisa disembuhkan dan tidak perlu membuang waktu untuk melakukan hal-hal itu.

Jika bukan Agatha, lantas siapa dalangnya?

Saat dia sedang merenung, Agatha melirik orang yang berada di sampingnya.

Pelayan besar dan kasar segera datang, kemudian menendang betis Selena dari belakang. Tubuh Selena yang lemah pun langsung berlutut di atas karpet berbulu.

Pembantu menarik pisau keluar dari sarungnya. “Nona Selena, silakan.*

Selena melihat pisau itu, pisau yang berkilau itu memantulkan wajahnya.

Dia mengernyitkan keningnya dan berkata, “Agatha, aku belum menyetujuinya.”

Pelayan itu tanpa berpikir banyak langsung berkata dengan senyum jahat di wajahnya, “Nona Selena, di sini tidak ada pilihan bagimu. Tenang saja, begitu kamu merusak wajahmu, Nona akan

langsung memberikan Kediaman Bennett padamu.”

Selena berusaha sekuat tenaga, tetapi pelayan itu begitu kuat. “Nona Selena, kalau kamu tidak mau, maka aku bisa menggantikanmu melakukannya.”

Seusai bicara, dia mengambil pisau itu dan menggoreskannya pada wajah Selena.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.