Bad 32
Bad 32
Bab 32
“Itu bukan Isanmu. Apa pun yang terjadi di antara kami, in Nema sudah tvrjadi. Kau tak tahu seberapa benar dia mencintaiku. Dia memberikai Negala yang aku minta darinya.” I leteni mengangkat alisnya, wang
Tasya tertegun selama beberapa saat. Sepertinya mereka sudah tidur bersama? Sepertinya aku sudah meremehkan kemampuan Itelen,
* Tasya, jangan bilang kau juga jatuh cinta padanya?” tanya llelen rage-ragu
“Ipa’ Apa kau takut aku akan merebulnya darimu?” Tasya tidaklah bodoh. Tentu saja Helen takut pada Tasya dan tak akan membiarkannya hidup tenang,
“K-kau tidak akan bisa merebutnya.” Kebencian menyala di mata Helen.
Tasya merasa tidak nyaman saat mengingat kejadian ciuman di mobil semalam. Kalau Elan benar- benar tidur dengan Helen, Tasya benar-benar tak ingin melakukan sesuatu yang intim dengannya,
“Jangan khawatir, semua yang kau gunakan sebelumnya itu sangat kotor bagiku,” jawab Tasya dingin.
“Baiklah, aku akan memberi tahu Elan setiap kata yang kau ucapkan.” Helen mencibir, menduga bahwa Tasya akan takut karena dia telah mengatakan sesuatu yang salah.
Sebaliknya, Tasya tak begitu peduli tentang hal itu. “Kalau begitu, pastikan kau tidak melewatkan satu suku kata pun. Coba tiru nada bicaraku supaya kau bisa terlihat lebih meyakinkan juga.”
Keterkejutan terlihat jelas di mata Helen. Tasya memancarkan kepercayaan diri dari ujung rambut sampai ujung kaki, yang membuat Helen iri.
Pada akhirnya Helen pergi, setelah itu Tasya menghela napas. Kalau Helen datang untuk pamer, dia tak akan mendapatkan apa yang dia inginkan.
Di ruangan presiden.
Helen mengetuk pintu.
“Masuk,” suara pria yang dalam dan memikat menjawab.
Helen membuka pintu untuk melihat sosok tampan yang duduk di sofa sebelum dia berseru dengan suara manis yang sakit-sakitan, “Elan.”
Elan menyipitkan matanya dan bertanya. “Mengapa kamu ke sini?”
“Aku agak bosan, jadi aku mau jalan-jalan.” Setelah itu, Helen menggigit bibir merahnya dengan menyedihkan, lalu duduk di samping Elan dan tetap diam.
“Ada apa? Ada yang merundungmu?” Elan bisa merasakan bahwa Helen kesal.
“Aku pergi menemui Tasya barusan. Aku mau minta maaf atas apa yang terjadi terakhir kali, tapi dia … Tapi dia menolak untuk menerima permintaan maafku dan mengusirku. Dia bahkan bilang …”
Elan mengerutkan kening. “Apa yang dia bilang?”
“Dia menanyakan hubungan kita, jadi aku bilang kepadanya bahwa hubungan kita itu yang paling intim. Kemudian, dia tiba-tiba bilang bahwa semua yang aku lakukan itu kotor baginya.” Mata Helen dipenuhi dengan kekesalan.
Elan segera mengerti bahwa dirinyalah orang kotor yang disebutkan wanita itu.
Dia hanya bisa mendengus dalam diam. Aku? Kotor? Lalu, kenapa dia memulai ciuman itu semalam? Sekarang dia bilang aku kotor? Dasar wanita yang tak tahu berterima kasih.
Helen diam-diam mengamati ekspresi pria di sampingnya. Namun, dia mendapati Elan tenggelam dalam pikirannya tanpa berniat menghiburnya. Apa Elan tidak paham kalau Tasya menghinanya?
“Ya sudah, jangan datang ke kantor lagi kalau tidak ada yang penting. Ada begitu banyak kemurkaan di tempat ini jadi kamu bisa saja akan marah lagi.” Elan perlahan menghiburnya dengan niat untuk memintanya juga. NôvelDrama.Org owns this.
“Bagaimana kalau aku merindukanmu?”
“Aku yang akan mengunjungimu saat aku ada waktu. Kalau tidak, kamu bisa meneleponku, mengirimiku pesan, atau melakukan panggilan video.” Elan menatap Helen. Meskipun Helen memberinya kesan yang sepenuhnya berbeda dari 5 tahun yang lalu, dia tetap tidak akan memperlakukannya dengan buruk,
Saat Helen menatap rupa sempurna pria itu, dia tiba-tiba melihat tanda merah di lehernya. Dia tersentak dan buru-buru mendekatkan tubunya ke tanda itu. “Elan, kenapa dengan lehermu?”
“Tak apa, itu cuma reaksi alergi.” Elan menyesuaikan kerahnya untuk menyembunyikan tanda itu.
“Kok bisa?”
“Aku alergi makanan laut,” jelas Elan perlahan sambil berdiri. “Tolong tunggu sebentar, aku harus menangani beberapa surel.”
Elan berjalan ke mejanya sementara Helen pergi ke kamar kecil untuk memperbaiki rias wajahnya.
Helen berdiri dan berjalan ke kamar kecil setelah itu dia membuka pintu dan memasuki sebuah bilik. Begitu dia masuk beberapa karyawan wanita juga masuk.
“Kwan, aku melihatnya dengan jelas saat aku pergi mengantarkza dokumen tadi. Tanda di letur Pak lan itis