Chapter 3
Chapter 3
Bab 3 Exclusive content from NôvelDrama.Org.
Tampaknya perselisihan ini tidak akan berakhir dalam waktu singkat. Hari mulai gelap, sebentar lagi akan turun hujan badai.
Tracy tidak ingin anaknya kehujanan, terutama Carla. Sejak kecil fisiknya lemah, begitu kehujanan akan langsung terkena flu.
“Kalian bertiga, tunggu di dalam mobil, jangan keluar, ya. Mami turun dulu lihat situasi.”
Tracy memperingatkan anak-anak, kemudian turun dari mobil.
“Mami, hati–hati!” Ketiga anaknya mengingatkan secara bersamaan.
Burung beo kecil Carla keluar dari saku celana, melihat ke segala arah.
Carla mengeluarkan sebungkus kecil makanan ringan dan menyuapi ke dalam mulut burung beo. Tangan mungilnya mengelus kepala berbulu itu, “Roxy, bertahanlah, kita akan segera tiba di rumah!”
“Tuan, maafkan aku, aku tidak sengaja,” ucap sopir taksi dengan gelisah, “Semua salah wanita ini, ia membawa tiga anak dan koper besar. Kapasitas mobilku jadi penuh, jadi aku tidak sengaja menabrak kalian.”
Setelah menjelaskan, sopir taksi menyodorkan tanggung jawab kepada Tracy, “Kamu bertanggung jawab atas hal ini!”
“Atas dasar apa...”
Tracy baru ingin membalas omongannya. Pada saat itu, jendela kaca mobil Rolls Royce diturunkan.
“Sudahlah, Presdir kami masih ada urusan!”.
Pria muda di kursi penumpang depan berbicara dengan suara dingin, pandangannya menyapu ke wajah Tracy.
“Baik!”
Pria berpakaian jas merespon dengan menganggukkan kepala, lalu berkata, “Lain kali hati-hati dalam berkendara,” kemudian mobil pun melaju pergi.
Tracy menoleh kepala tanpa sadar, di kursi penumpang belakang Rolls Royce ada seorang pria, duduk membelakanginya.
la terluka, di punggungnya ada bekas luka mengerikan. Darahnya tidak berhenti bercucuran hingga menodai tato kepala serigala…. di bagian pinggangnya!
Tato kepala serigala!!
Mata Tracy terbelalak. Ia menatap lurus tato itu, jantungnya hampir berhenti berdetak...
Serigala itu sangat menakutkan, bagaikan serigala hidup setelah ternoda darah segar. Sepasang mata merah darah menatap Tracy.
Dia!
Itu dia!!
“Jangan menghalangi jalan, minggir!”
Tiba–tiba sopir taksi mendorong Tracy.
Kaki Tracy tidak stabil dan terjungkal ke tanah. Saat ia mengangkat kepalanya, Rolls Royce itu telah pergi menjauh...
Melihat arah pergi mobil itu, kepala Tracy berdengung.
Pria di dalam mobil tadi, apakah itu dia? Ayah kandung anak-anaknya…
Tapi bukankah dia seorang gigolo? Kenapa bisa duduk di mobil mewah? Dan kenapa dia terluka?
“Hei, kenapa kamu mendorong Mamiku?”
Melihat Tracy didorong, anak tengahnya, Carles seperti singa mengamuk. Ia bertanya kepada sopir sambil mengepalkan tangan dengan marah.
“Dasar anak tengil, berani sekali berteriak kepadaku! Kalau bukan gara-gara kalian, memangnya aku akan sesial ini?”
Sopir marah-marah.
“Kamu sendiri yang menyalip mobil depan, apa hubungannya dengan kami? Anak sulung, Carlos membantah dengan suara lembut. Ia menyanggah dengan logika, “Kami adalah penumpang, kami tidak perlu bertanggung jawab. Justru kamu, tidak hanya menyalip mobil, kamu juga berkendara dengan cepat. Ini adalah pelanggaran lalu lintas, kami bisa melaporkanmu!”
“Benar, kamu menindas Mamiku, aku akan meminta pak polisi menangkapmu.” Anak bungsu, Carla memasang muka cemberut dan menunjuk ke arah tengah jalan, “Di sana ada pak polisi!”
Setelah berbicara, Roxy yang berada di pundaknya menggepakkan sayap dan ikut menyahut, “Pak polisi, pak polisi!”
“Benar-benar merepotkan sekali. Kalian cepat turun dari mobilku, aku tidak ingin mengantarkan kalian lagi.”
Sopir taksi membuka bagasi belakang, membuang koper Tracy keluar, kemudian pergi.
“Hei, kamu keterlaluan sekali!”
Tracy sibuk memungut koper di jalan, mengawal ketiga anaknya menyamping ke pinggir jalan.
Di dalam Rolls Royce yang melaju kencang, Daniel yang duduk di kursi belakang melirik ke kaca spion.
Wanita yang berdiri di luar mobil tadi, penampakannya tampak familiar, tapi ia tidak bisa mengingat di mana pernah bertemu dengannya….
“Presdir Daniel, aku suntikkan obat bius dulu!” Dokter sedang mengobati pria itu.
“Tidak perlu.” Pria itu menundukkan kepala, lanjut membaca dokumen. Lukanya masih bercucuran darah, tapi ia tetap tidak bergerak sedikit pun.
“Kalau begitu…. kamu bertahanlah, aku akan menjahit lukamu.”
Dokter mengerutkan keningnya dan mulai menjahit luka pria itu. Karena tidak ada obat bius, dokter agak sedikit gugup.
Kulit coklat metalik pria itu bersinar dingin di bawah cahaya lampu, garis ototnya sedikit bergetar karena rasa sakit yang parah, namun ia sama sekali tidak bereaksi apa-apa….